A Short Story about Hanna Floral

A Short Story about Hanna Floral

Bulan November sudah tiba. Tidak terasa, hampir satu tahun usaha kecil ini menemani saya. Hanna Floral, sebutan yang saya berikan di awal tahun 2020, saat saya belajar tentang bunga kering atau dried flowers.

Semua berawal dari cita-cita sederhana : saya ingin melihat bunga edelweiss. Ketika saya masih di bangku kuliah, empat tahun lalu, saya dan beberapa teman sempat mendaki gunung. Walau pun, hanya gunung-gunung yang memiliki ketinggian rendah. Karena saya bukan anak pecinta alam atau pendaki gunung. Seingat saya, saya hanya mendaki dua gunung saja, Sikunir dan Andong. Dan di sana tidak ada tanaman edelweiss. Setelah itu, saya menyerah. Saya mudah letih dan kecapaian.

Saya punya hobi melihat tren desain yang ada di luar negeri. Sembari mencoba dan mempelajari yang menarik perhatian saya. Tahun 2018, saya menduga ada tiga poin yang berpotensi untuk menjadi tren di Indonesia di kemudian hari, yaitu dried flowers, hand lettering, dan watercolor. Tahun 2019, tren rustic berkembang pesat. Mulai dari desain undangan, dekorasi acara, seperti yang saya duga.

Awal 2020, saya berkunjung di suatu toko dried flowers di Semarang. Saya melihat beberapa koleksi bunga dan aneka jenis dekorasi rumah. Saya menjadi terinspirasi untuk memiliki toko seperti itu. Saya membeli beberapa bunga di sana, salah satunya bungan edelweiss. Bunga edelweiss ini bukan bunga yang liar di gunung. Melainkan hasil budidaya.

Sepulang dari Semarang, saya dan pasangan saya mulai bisnis kecil kami di Januari 2020. Bunga edelweiss pertama saya, saya rangkai menjadi buket untuk pernikahan saya di bulan Juni. Alhamdulillah, satu cita-cita saya tercapai, bisa melihat, menggenggam, bahkan menjual beberapa kreasi bunga edelweiss untuk pelanggan yang juga punya cita-cita sederhana seperti saya dulu.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *